Other posts you might like...

Rita-Rostika-DrPastinya, saat kita melakukan perjalanan dinas atau wisata ke Kabupaten Pangandaran, tentu tidak akan melewatkan kuliner seafood yang disiapkan resto di daerah Pantai Timur, maupun resto ala Jimbaran di sepanjang pesisir Pamugaran, Kampung Turis.  Disana terhidang aneka seafood mulai dari berbagai ikan, kerang, udang maupun  lobster, dan yang termahal tentu saja adalah lobster.  Mengapa lobster merupakan hidangan termahal dibandingkan dengan hidangan seafood lain? Ya, karena rasanya enak sehingga permintaan tinggi, namun ketersediaannya terbatas.   Darimana resto tersebut mendapatkan lobster? Tentu dari supplier seafood yang menjadi langganannya.  Pertanyaan lanjutannya adalah darimana supplier tersebut mendapapatkan lobster, tentu dari nelayanatau parapengumpul.  Dalam tulisan ini akan disampaikan seberapa besar produksi berbagai lobster di Kabupaten Pangandaran dan presentasi produksinya pada 3 stasiun terpilih dari tahun ke tahun.

Seperti apakah keragaan perikanan tangkap lobster di Kabupaten Pangandaran? Disini akan diceritakan konsisi perikanan tangkap lobster. Di perairan pantai Selatan Jawa Barat, ada  dua jenis lobster dominan, yaitu lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster batu (Panulirus penicillatus),  namun ada juga lobster jenis lain.  Di Kawasan Perairan Pangandaran memiliki 3 titik daerah penangkapan lobster diantaranya, Madasari, Pantai Timur Pangandaran, dan Majingklak. Karakteristik perairan yang berkarang merupakan habitat utama udang karang atau lobster.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan riset mengenai informasi terkait status potensi pengelolaan sumberdaya lobster alam tersebut. Melalui info ini, diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, khususnya nelayan penangkap lobster di kawasan perairan Pangandaran Jawa Barat.

Sudah dilakukan penelitian dengan lokasi berada 3  stasiun (Gambar 1) yaitu stasiun 1 Pantai Madasari (Jl. Pantai Wisata, Masawah, Cimerak) (7o 47’ 29.076” LS, 108o 29 47.2158” BT), Stasiun 2 Pantai Timur Pangandaran (Jl. Pantai Timur Pananjung)  (7o 42’ 4.8198” LS, 108o 39 30.0168” BT) dan stasiun 3 Pantai Majingklak (Pamotan, Kec. Kalipucang) (7o 40 23.1888” LS, 108o 47’ 58.7646” BT).

Ibu Rita 2

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

(Panah merah Stasiun 1 Pantai Madasari (Jl. Pantai Wisata, Masawah, Cimerak), panah kuning Stasiun 2 Pantai Timur Pangandaran (Jl. Pantai Timur Pananjung)  dan panah biru stasiun 3 Pantai Majingklak (Pamotan, Kec. Kalipucang)

Sumber : Galeri Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (diolah)

Berikut ini disampaikan data hasil penangkapan lobster di tiga lokasi tersebut yang tersaji pada Gambar 2  sebagai berikut :

Tangkapn Lobster

            Gambar 2. Persentase hasil Tangkapan lobster berdasarkan Jenis di Kab Pangandaran

Sumber: Data primer diolah (2021)

Berdasarkan data Gambar 2 diatas, diketahui bahwa persentase hasil tangkapan lobster yang didaratkan di 3 stasiun lokasi penelitian yaitu di Madasari (ST.1), Pantai Timur Pangandaran (ST.2), dan Majingklak (ST.3) jenis lobster tertinggi yaitu pada lobster Pasir (Panulirus homarus) yaitu sebesar 31%. Lobster jenis Panulirus penicillatus dapat hidup berasosiasi dengan jenis Panulirus homarus (Suadi et al. 2001), hal ini menyebabkan Panulirus penicillatus juga ikut tertangkap dalam jumlah yang cukup besar. Dari ketiga lokasi, hasil tangkapan Lobster yang paling sulit didapatkan adalah lobster Mutiara (Panulirus ornatus), hal ini disebabkan karena dari hasil wawancara selama penelitian, nelayan menyebutkan bahwa lobster mutiara merupakan salah satu hewan langka dari alam sehingga menjadi lobster yang paling disukai masyarakat dan bernilai ekonomis yang tinggi karena daging lobster mutiara memiliki karakteristik yang lebih lembut, sehingga lebih  digemari oleh pecinta seafood.

Produksi Lobster di Kabupaten Pangandaran

Gambar 3 Produksi Lobster Tahun 2005 – 2021

Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Pangandaran  

Berdasarkan Gambar 3, produksi Lobster pada tahun 2015 sampai 2019 mengalami fluktuasi, hal ini disebabkan karena faktor alam. Mutakin (2001) menyatakan bahwa fluktuasi produksi tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan seperti faktor alam. Variabilitas iklim seperti curah hujan serta kondisi perairan dengan tinggi gelombang dan angin yang kuat mempengaruhi aktivitas nelayan di laut dalam melakukan operasional penangkapan (Azizi et al .2017).

Produksi lobster tertinggi di Pangandaran pada tahun 2020 sebesar 17.251,58 kg/tahun,  hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya kebijakan baru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu menetapkan PermenKP No. 12/2020  tentang pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) yang memberikan izin ekspor (pengeluaran) benih lobster dari wilayah Negara Republik Indonesia. Kegiatan tersebut sebelumnya dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 1/ Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) yang mengizinkan penangkapan benur, sehingga pada tahun 2020 produksi lobster di Pangandaran sangat tinggi dibanding tahun lainnya, kemudian produksi lobster terendah pada tahun 2021 sebesar 1.399,17 kg/tahun

Gambar 4 berikut ini merupakan persentase produksi dari 3 stasiun yatu dari Madasari (ST 1), Pantai timur Pangandaran (ST 2), Majingklak (ST 3). Berikut ini merupakan grafik dari Persentase Produksi Lobster di 3 stasiun:

Ibu Rita 4

Gambar 4. Persentase Produksi Lobster di Kab Pangandaran

Sumber:  Dinas Perikanan Kabupaten Pangandaran

Pada gambar 4 diatas diketahui bahwa produksi tertinggi di Madasari (ST 1) yaitu pada tahun 2016 sebanyak 35%, Pantai timur pangandaran produksi tertinggi pada tahun 2020 yaitu sebanyak 38% dan di Majingklak (ST 3) tertinggi terjadi pada taun 2018 yaitu sebanyak 32%. Persentase ini di dapatkan dari total produksi lobster di Kabupaten Pangandaran.

Demikian keragaan produksi lobster yang berasal dari 3 tempat utama penangkapan lobster di Kabupaten Pangandaran, dengan harapan akan menjadi pencerahan kepada para stake holder untuk dapat secara bijak memangfaatkannya. (HS/RR)

Referensi :

Priyambodo, B. 2021. Pengembangan Budidaya Lobster di Tanah Air, Tantangan dan Peluang.

Peterson, L., Jones, C., and  Priyambodo, D. 2013.  Bioeconomics of Spiny Lobster Farming in Indonesia.  Asian Journal of Agriculture and Development.

Rostika . R., I.  Rahayu, H. Pertiwi, T. Herawati1, G Naomi N.T. 2022. Spiny Lobster Resource Management To Support Sustanable Fisheries: A Case Study In The Pangandaran Area Of West Java Province (unpublish Paper)


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *